Sejarah desa Obah
diawali dari cerita rakyat yang turun
temurun dan sampai saat ini masih diragukan kebenarannya, konon pada saat itu
ada seorang wali yang sangat sakti mandraguna bernama Mbah Djiwo yang diceritakan saat itu beliau sedang melakukan
tirakat lelaku tapa brata. Mbah Djiwo memiliki sebuah misi dan ambisi yang mulia untuk mendirikan sebuah Masjid didaerah Tegal Siwalan yaitu sebuah kawasan perbukitan
yang strategis dipinggiran hutan jati sebelah selatan desa Obah. Karena
kesaktiaannya konon Mbah Djiwo mampu mendirikan sebuah Masjid
dalam waktu satu malam dengan bantuan satu jin yang bernama ” Ajelik
Fata Wo”.
Namun untuk mendirikan
Masjid tersebut syaratnya harus dilaksanakan pada malam hari, dalam waktu yang sepi,
hening sunyi, bahkan seekor jangkrik dan kodokpun pun dilarang berbunyi dan
tidak boleh ada satu mahluk hiduppun
yang bangun dari tidurnya walaupun hanya satu detik
betul..betul ngeri. Diceritakan pada waktu dan hari yang telah ditentukan Mbah DJiwo dengan bantuan Jin Ajelik Fata Wo telah mempersiapkan segala
hal yang berkaitan dengan syarat pendirian Masjid. Mereka berdua mulai melaksanakan ritual dengan menebarkan
ilmu sirep semar mendem keseluruh area kawasan perbukitan Tegal Siwalan
sehingga semua mahluk yang ada didaerah area
tersebut dijamin mendem dan terlelap tidur. Setelah ritual dianggap
selesai dan aman serta telah memenuhi persyaratan yang dianggap cukup maka
prosesi pendirian Masjid mulai dilaksanakan. Mbah Djiwo dan Jin Ajelik Fata Wo
terlihat sangat yakin dan antusias, awalnya mereka menjalankan aktivitas
itu dengan lancar dan tak ada halangan
yang berarti, mereka bekerja dengan
riang dan penuh percaya diri kadang sambil berdendang dan bernyanyi ”goyang
dombret”. Mbah Djiwo kelihatan berseri-seri dan optimis kalau targetnya akan
tercapai sebelum ayam jantan berkokok, apalagi dengan dibantu Jin Ajelik Fata
Wo yang sudah teruji kesaktiannya target itu pasti akan tercapai sebelum subuh. Namun sungguh diluar dugaan
karena menjelang fajar menyingsing ditengah-tengah aktivitasnya tiba-tiba
terjadi suatu keanehan yang tak disangka-sangka karena tiba-tiba tenaga Mbah
Djiwo dan Jin Ajelik Fata Wo mulai loyo dan terasa letoy. Melihat kondisi
tersebut sang wali mulai gusar dan resah, akhirnya dengan segera sang wali
memerintahkan Jin Ajelik Fata Wo untuk mengecek dengan seksama kekawasan sekitar
perbukitan. Setelah diselidiki oleh Jin Ajelik Fata Wo dengan teliti keseluruh
sudut area perbukitan ternyata saat itu ada salah seorang nenek yang sudah
tinggal terlebih dahulu dikawasan perbukitan Tegal Siwalan. Diketahui nenek itu
bernama Mak Merot, dia hidup sebatang kara tanpa sanak saudara dan saat itu beliau
tengah asyik melaksanakan aktivitasnya membuat gethuk lindri dengan cara menumbuk singkong yang
sudah direbus ke dalam lumpang ( semacam lesung ), karena memang makanan
favorit Mak Merot adalah gethuk lindri.
Dari tumbukan gethuk yang mengenai lesung itu menghasilkan bunyi-bunyian
berirama pong..pong.. yang menyerupai bedhuk subuh sehingga membangunkan ayam hutan
untuk berkokok. Berarti bunyi-bunyian
inilah yang sangat mengganggu kosentrasi Mbah Djiwo pikir Jin Ajelik
Fata Wo. Mengetahui hal itu sang
Jin merasa terheran-heran mengapa ilmu sirep yang sudah ditebarkan oleh
Mbah Djiwo tidak berfungsi 100% dan mudah dipatahkan oleh Mak Merot. Dan ternyata konon Mak Merot juga termasuk salah seorang
yang sangat sakti mandraguna yang sedang melakukan lelaku tapa brata didaerah tersebut dan terkenal dengan ilmunya ajian jaran goyang dan terbukti mampu serta
berhasil menggoyang ilmu sirep sang
wali. Akhirnya Jin Ajelik Fata Wo bergegas
segera melapor pada sang wali, kalau dikawasan perbukitan tegal siwalan tersebut
telah dihuni oleh seorang nenek yang sangat sakti mandraguna yang bernama Mak
Merot , terbukti nenek tersebut sedikitpun tidak terpengaruh oleh ilmu sirep
sang wali dan telah bangun sebelum ayam berkokok, mendengar laporan jin Ajelik
Fata Wo sang wali menjadi gusar dan sedih gundah gulana karena persyaratan dari pendirian Masjid itu sudah dinyatakan gugur dan batal
demi hukum, dan apabila hal itu tetap dilanjutkan dan dilanggar maka akan berakibat fatal dan berdampak
sistemik akibatnya kesaktian serta
tenaga Mbah Djiwo dan Jin Ajelik Fata Wo akan semakin loyo dan tak berdaya. Akhirnya
dengan segala pertimbangan yang matang, akhirnya dengan berat hati sang wali terpaksa menunda
pembangunan Masjid tersebut sambil menunggu situasi dan kondisi aman terkendali.
Setelah berusaha
berkali-kali dan selalu gagal konon Mbah
Djiwo dan Jin Ajelik Fata wo merasa putus asa karena setiap mau melakukan
ritual pendirian Masjid, Mak Merot selalu bangun mendahului dan menggagalkan
rencanannya, melihat kondisi tuannya yang mulai stress berat akhirnya Jin
Ajelik Fata Wo mempunyai ide segar dan cemerlang yaitu agar Mbah Djiwo mau
mengawini Mak Merot dengan harapan agar kesaktian mereka dapat bersatu dan bersinergi sehingga upaya
pendirian Masjid dapat lebih dipercepat.
Pucuk dicinta ulam
tiba ternyata sang wali sangat setuju
dengan rencana tersebut , singkat cerita pada hari yang telah ditentukan Mbah
DJiwo dengan ditemani oleh Jin Ajelik Fata Wo datang kerumah Mak Merot untuk
melamar. Gayungpun bersambut lamaran Mbah Djiwo diterima dengan satu syarat
Mbah Djiwo harus dapat memeberikan keturunan, karena memang selama ini Mak Merot sangat mendambakan seorang suami
yang dapat memberikan keturunan untuk mewariskan ilmunya. Setelah melalui
prosesi pernikahan yang singkat dan sederhana serta hanya disaksikan oleh Jin Ajelik
Fata Wo akhirnya Mak Merot diboyong ke
Padepokan Tegal Siwalan, mulailah mereka hidup berdua dari aura wajahnya Mbah Djiwo kelihatan sangat sumringah dan bahagia yess
3x..
Persoalan baru
muncul kala malam pertama tiba karena Mbah Djiwo ternyata sudah tidak jantan
lagi alias expired, Mak Merot yang tadinya bahagia berubah menjadi sedih dan
galau...akhirnya dengan seribu cara Mak Merot berusaha menciptakan sebuah
ramuan dasyat yang mampu untuk membangkitkan gairah kejantanan Mbah Djiwo, dengan
ramuan tersebut kabarnya kekuatan Mbah Djiwo jadi berlipat-lipat ganda. Mereka
jadi berhoneymon ria setiap malam sampai lupa dengan misi semula untuk
mendirikan sebuah Masjid. Melihat kondisi tuannya yang sedang mabuk cinta
membuat Jin Ajelik Fata Wo merasa bosan
dan bete sehingga memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua, dengan kepergian
Jin Ajelik Fata Wo berdampak misi pendirian masjid didaerah Tegal Siwalan
akhirnya gagal total dan tak berwujud sampai sekarang.
Berawal dari kisah
kejadian itu akhirnya daerah tersebut dinamakan Desa Obah berasal dari kata kesusu obah ( diambil dari kejadiam Mak
Merot yang terburu - buru bangun untuk membuat gethuk ) . Konon mereka berdua akhirnya
menghabiskan hidupnya didaerah tersebut untuk menyebarkan agama islam sampai
ajal menjemput tanpa dikaruniai seorang keturunan..... sehingga ditempat
padepokan sang wali tersebut
masih banyak ditemukan batu bata ukuran jumbo, bekas pondasi pembangunan
masjid yang gagal didirikan dan warga Obah menamakannya batu bata wali Mbah Djiwo karena ukurannya dua kali lipat
dari batu bata biasa.
Dan untuk
menghormati jasa-jasa sang wali yang
telah menyebarkan agama islam dikawasan tersebut maka warga Obah memberinya
gelar Mbah Wali Obah dan untuk mengenang jasa-jasa Mak Merot yang juga telah
menciptakan ramuan dasyat kejantanan lelaki maka ramuan tersebut juga
dilestarikan oleh warga Obah sampai sekarang dan terkenal dengan nama ramuan Mak
Merot .....lanjut...